
Jаkаrtа – Pada 16 Oktober negara-negara anggota FAO memperingati Hari Pangan Sedunia yang bertepatan pula dengan tanggal berdirinya organisasi di bawah naungan PBB itu. Selain untuk memperingati pendirian Organisasi Pangan Sedunia tersebut, peringatan hari pangan diharapkan bisa menghidupkan kesadaran, kepedulian, dan tindakan penduduk internasional terhadap pentingnya penanganan problem pangan seumpama kelaparan, kebutuhan untuk menjamin swasembada pangan, dan masakan bergizi di seluruh dunia.
Indonesia selaku salah satu anggota FAO tak pernah alpa terhadap acara tahunan ini. Jelas, jikalau mengacu pada tujuan diadakannya peringatan Hari Pangan Sedunia, Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yang sungguh banyak di bidang pangan. Potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia yang melimpah belum mampu dioptimalkan untuk mensejahterakan negara dan rakyatnya. Permasalahan seumpama kian sempitnya lahan pertanian sedangkan keperluan pangan dan kemajuan penduduk semakin tinggi, sumber daya insan selaku pengolah lahan pertanian berbincang penurunan, skala jerih payah masih relatif kecil, dan belum meratanya distribusi pangan disebabkan oleh aksesibilitas, pasokan, dan logistik yaitu rangkaian yang masih menunggu formulasi sempurna guna dari pemangku kebijakan.
Basis hukum berbentukUndang-undang Nomor 7 tahun 1996 wacana Pangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 68 tahun 2002 perihal Ketahanan Pangan yaitu dua rumusan yang mesti dipertanggungjawabkan. Momen peringatan Hari Pangan Sedunia bisa dipakai rakyat untuk menuntut pemerintah mensinergikan variabel-variabel pelopor terkait pangan dan ketahanan pangan guna meraih kedaulatan pangan nasional.
Pоtеnѕі
Potensi sumber daya di daratan maupun di perairan Indonesia sangat besar, dan potensial untuk dikembangkan sesuai dengan keperluan zaman. Daratan dengan sifat tanah yang subur dan produktif dipakai selaku media penanaman flora pangan. Sedangkan perairan dengan ragam ikan yang melimpah yaitu sumber pangan dan komoditi pasar paling dicari di pasaran internasional.
Kekuatan sejarah perlu diberikan takaran dalam mengenal peluangpangan nasional. Secara historis, Indonesia (Nusantara) sudah dikenali selaku negara agraris dan negara bahari. Keduanya mengacu pada sejumlah fakta ekologis dan geografis. Pertama, selaku negara agraris Indonesia memiliki kultur tanah yang subur dan cocok untuk ditanami aneka macam tumbuhan pangan. Tanaman pangan seumpama padi, jagung, gandum sangat meningkat baik di daratan Indonesia. Lumbung flora pangan Indonesia tersebar merata dengan hasil pangan khas setiap kawasan.
Kedua, selaku negara maritim Indonesia memiliki daerah maritim yang sungguh luas. Ruang ini kemudian menjanjikan kesempatanhasil maritim yang sangat melimpah salah satunya yaitu hasil ikan. Berapa titik yang kaya akan hasil perikanannya yakni Laut Arafuru, Laut Jawa, Samudera Hindia di barat Sumatera, Samudera Hindia di selatan Pulau Jawa.
Kesadaran sejarah setidaknya yakni jalan menuju wawasan bantu-membantu tradisi bikinan pangan adalah warisan nenek moyang. Dan, kekayaan alam Indonesia berbentuksumber daya pangan masih sangat melimpah. Sematan Indonesia selaku negara agraris dan negara bahari ialah titik balik kesadaran.
Bоnuѕ Dеmоgrаfі
Pembahasan tentang pangan ialah pemahaman tentang kemanusiaan. Ketersediaan dan keterjangkauan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia adalah acara yang dinanti realisasinya. Angin segar berembus seiring dengan janji pemerintahan Jokowi dalam hal pangan. Swasembada pangan yaitu salah satu jadwal unggulan dalam Nawacita.
Adalah kemubaziran bila peluangpangan nasional di daratan maupun di perairan tidak dimanfaatkan dengan maksimal. Semakin menyempitnya lahan pertanian ataupun maraknya pencurian ikan dengan menggunakan materi atau alat yang berbahaya memerlukan kebijakan dan pengawasan dari pemerintah. Beberapa jalan perlu ditempuh oleh pemerintah dalam rangka merealisasikan kedaulatan pangan nasional. Perhatian dan fokus serta kerja sama terhadap variabel-variabel pencetus pangan perlu dilaksanakan.
Perhatian sarat diarahkan terhadap para produsen pangan yang belum sejahtera. Titik nadir pangan nasional berada di tangan para petani dan nelayan. Angka statistik penurunan profesi petani sekaligus lahan pertanian tidak mampu disangkal lantaran angka kemakmuran petani tidak kunjung meningkat. Nelayan tradisional pun demikian, mereka kalah dari sisi teknologi dan modal.
Konsentrasi terhadap prediksi ledakan penduduk, atau yang sering disebut “bonus demografi” pada 2045 pantas direspons selaku bentuk tanggap ketahanan pangan. Sebab, kemajuan penduduk yang tinggi memiliki arti disertai konsumsi yang tinggi. Hal ini akan sungguh berbahaya saat jumlah sumber daya insan pengelola lahan pangan dan buatan pangan tidak seimbang dengan angka kemajuan penduduk.
Kolaborasi dengan banyak sekali institusi yang konsen dalam bidang pangan perlu dilaksanakan. Salah satu kolaborasi itu berencana untuk memodernisasi dan kerja sama para produsen pangan. Sebab, proses pengerjaan pangan yang masih tradisional dan skala kecil ialah permasalahan produktivitas. Koperasi pertanian dan nelayan, pengadaan mesin-mesin pendukung pekerjaan, serta pertolongan modal yaitu hal yang sungguh diharapkan oleh para pelaku produksi pangan di akar rumput guna membuatkan produksi.
Altеrnаtіf Sоluѕі
Sekali lagi, prediksi ledakan masyarakatdan makin menurunnya pelaku buatan pangan di akar rumput ialah ancaman besar pada waktunya bila tidak disediakan solusinya. Beberapa alternatif penyelesaian penulis tawarkan dengan keinginan bisa menjawab aneka macam problem pangan nasional maupun internasional. Pertama, teknologi penanaman tanaman pangan secara hidroponik sanggup dioptimalkan selaku respons semakin menyempitnya lahan pertanian.
Kedua, penyuluhan kepada para petani dan nelayan perlu ditangani secara konsisten dalam rangka memperbesar wawasan dalam kesibukan buatan. Ketiga, pengembangan komoditi pangan lokal ditangani selaku upaya menekan angka konsumsi beras. Sebagaimana diketahui bareng bahwa penduduk Indonesia memiliki makanan pokok yang bermacam-macam ibarat beras, ubi kayu, jagung, sagu, ubi jalar.
Dengan sinergi antara pemerintah, aparatur, dan petani maupun nelayan diharapkan menerima titik kebijakan dan pengawasan yang saling menguntungkan. Kebutuhan pangan tercukupi serta kemakmuran para pencetus buatan pangan tercapai. Kedaulatan pangan yakni wujud kemakmuran setiap warga negara.
Sejarah akan senantiasa berulang, dalam artian beda waktu dan kawasan kejadian. Maka bukan tidak mungkin bila kejayaan pangan yang pernah dicapai kala Kerajaan Majapahit akan terulang pada periode pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Mосh Shоlеh Prаtаmа mаhаѕіѕwа Dераrtеmеn Ilmu Sеjаrаh Unіvеrѕіtаѕ Aіrlаnggа, Kеtuа Kеluаrgа Pеlаjаr Mаhаѕіѕwа Bаnуuwаngі dі Surаbауа (KPMBS)
hаrі раngаn ѕеdunіаnаwасіtаkеdаulаtаn раngаnHoegeng Awards 2025Baca kisah inspiratif kandidat polisi rujukan di siniSеlеngkарnуа
Leave feedback about this