
Jakarta –
Pemerintah berencana buat menerapkan cukai minuman berpemanis dalam bungkus (MBDK) pada semester 2 tahun ini. Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta Kamdani, menampilkan pandangannya cukai MBDK ini. Ia menganggap bahwa kebijakan ini bermaksud mendukung kesehatan masyarakat, khususnya dalam pengendalian konsumsi gula.
Namun, Shinta menekankan pentingnya pelaksanaan kebijakan yg hati-hati gampang-mudahan tidak menampilkan efek negatif pada dunia usaha, khususnya industri makanan dan minuman. “Kebijakan cukai pada produk tertentu, menyerupai MBDK, mempunyai efek eksklusif pada struktur biaya, harga jual, dan daya saing produk di pasar. Pelaksanaannya mesti dijalankan secara hati-hati dan lewat kajian yang matang,” kata ia dalam keterangannya, ditulis Kamis (16/1/2025).
Apindo merekomendasikan mudah-mudahan pemerintah menampilkan masa transisi yang cukup bagi pelaku jerih payah untuk mengikuti kondisi dengan kebijakan gres ini. Menurut Shinta, produsen memerlukan waktu untuk mengerjakan reformulasi produk sesuai regulasi baru. Proses ini memerlukan tahapan yg tidak singkat, sehingga ruang pembiasaan yang mencukupi menjadi sungguh utama.
“Apindo berharap hukum turunan kebijakan ini dirancang dengan memikirkan keadaan pelaku jerih payah mudah-mudahan tidak mengusik keberlanjutan bisnis, baik di industri besar maupun kecil-kecilan dan menengah,” terang Shinta.
Baca juga: Kemenperin soal Cukai Minuman Berpemanis Semester II: Kami Belum Dengar! |
Wacana penerapan cukai MBDK kian faktual dengan agenda implementasi pada semester kedua tahun 2025. Namun, sejumlah pihak, tergolong Dirjen Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika, menganggap bahwa penerapan Baku Nasional Indonesia (SNI) bagi mengontrol kadar gula mungkin lebih efektif.
Putu menerangkan bahwa SNI memutuskan batas kadar gula yg mesti dipatuhi oleh seluruh produsen. Pelanggaran terhadap hukum ini mulai dikenai hukuman pidana, sehingga menampilkan kepastian lebih dibandingkan kebijakan cukai yg hanya berlaku untuk produk tertentu.
Ketua Umum Gabungan Produsen Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Adhi S. Lukman, mengungkapkan kesempatannya mudah-mudahan pemerintah membatalkan planning penerapan cukai MBDK. Menurutnya, langkah ini kurang sempurna untuk menangani penyakit tak menular. Sebagai alternatif, Gapmmi merekomendasikan kolaborasi dengan pemerintah buat mengedukasi pelanggan tentang ancaman konsumsi gula berlebih.
“Kami telah menerangkan ke pemerintah bahwa MBDK itu tidak sempurna bagi menangani NCD, non communicable disease,” kata di.
Adhi menyebutkan bahwa pengenaan cukai ini mempunyai potensi memajukan harga produk secara signifikan, sampai meraih 30 persen. Hal ini, menurutnya, sanggup menenteng efek negatif terhadap perekonomian nasional.
“Estimasi saya jikalau ada cukai menghasilkan ongkos produk naik sekitaran 30 persen, artinya kami khawatir nanti mulai mengusik ekonomi,” kata dia.
Menurut Adhi, sebelum menerapkan kebijakan cukai, pemerintah semestinya mengutamakan edukasi terhadap penduduk terkait konsumsi gula. Edukasi ini dinilai lebih efektif dalam meminimalisir konsumsi gula ketimbang cuma mengandalkan instrumen fiskal menyerupai cukai.
“Jangan sekadar ambil jalan pintas bagi eksklusif meminimalisir penggunaan gula dengan jalan cukai yang ujungnya mengusik perekonomian,” tegas Adhi.